A. KONSEP OTONOMI DAERAH
Bila
memperhatikan asal katanya, Sarundajang (2000:33) menjelaskan bahwa
Otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani, auto yang berarti
sendiri dan nomous yang berarti hukum atau peraturan. Menurut
Encyclopedia of Social Science, bahwa otonomi dalam pengertian orisinal
adalah the legal self sufficiency of social body and its actual
independence . Dalam hal ini dapat diartikan bahwa inti dari otonomi
mengandung 2 ciri hakikat dari otonomi yakni legal self sufficiency (
Mencukupi kebutuhan sendiri secara sah) dan actual independence (Tidak
bergantung pada yang lain). Dalam kaitannya dengan politik atau
pemerintahan, menurut Sarundajang (2000:33) berarti Self Government
(Pemerintahan Sendiri) atau the condition of living under one’s own laws
(suatu kondisi dimana hidupnya diatur oleh peraturan yang dibuatnya
sendiri). Dengan demikian dapat diartikan bahawa Otonomi Daerah berarti
“ ..mencukupi kebutuhan hidupnya melalui pemerintahan sendiri yang
diatur oleh peraturan yang dibuatnya sendiri”. Karena itu, otonomi lebih
menitikberatkan aspirasi dari pada kondisi.
Menurut Kusumahatmadja
(1979) yang dikutif oleh Sarundajang (2001:33-34) bahwa dalam
perkembangan sejarah di Indonesia, otonomi selain mengandung arti
perundang-undangan (regeling), juga mengandung arti “Pemerintahan”
(bestuur). Dalam literature Belanda, otonomi berarti pemerintahan
sendiri (zelfregering) yang oleh Van Vollenhoven dibagi atas
zelfwetgeving (membuat undang-undang sendiri), zelffuitvoering
(melaksanakan sendiri), zelfrechtspraak (mengadili sendiri), dan
zelfpolitie (menindaki sendiri). Namun demikian dalam implementasinya
otonomi daerah yang dimaksudkan serba sendiri, tidak demikian adanya.
Melainkan ada pembatasan-pembatasan tertentu yang itu merupakan
kewenangan pemerintah pusat (National Government).
Berdasarkan pemahaman di atas, Sarundajang (2000:34-35) menjelaskan hakikat dari otonomi daerah meliputi :
Hak
mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom. Hak tersebut
bersumber dari wewenang pangkal dan urusan-urusan Pemerintah (pusat)
yang diserahkan kepada Daerah. Istilah sendiri dalam hak mengatur dan
mengurus rumah tangga merupakan inti keotonomian daerah: penetapan
kebijakan sendiri, pelaksanaan sendiri, serta pembiayaan dan
pertanggungjawaban daerah sendiri, maka hak itu dikembalikan kepada
pihak yang memberi, dan berubah kembali menjadi urusan Pemerintah
(pusat);
Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah
tangga sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang
otonominya diluar batas-batas wilayah daerahnya;
Daerah tidak boleh
mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain sesuai
dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya;
Otonomi
tidak membawahi otonomi daerah lain, hak mengatur dan mengurus rumah
tangga sendiri tidak merupakan subordinasi hak mengatur dan mengurus
rumah tangga daerah lain.
Pengertian otonomi seperti dikemukakan tersebut, pada hakekatnya lebih
menekankan pada kemampuan sumberdaya yang dimiliki daerah. Daerah diberi
kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya
dengan mengoptimalkan partisipasi masyarakat. Untuk meweujudkan apaa
yang dikehendaki oleh daerah otonom maka telah ditetapkan prinsip dalam
otonomi daerah. Berdasarkan konsep yang diuraikan dalam UU No. 32 Tahun
2004 diuraikan bahwa prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan
mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan
Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki
kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan
peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada
peningkatan kesejahteraan rakyat.
Sejalan dengan prinsip tersebut dalam penyelenggaraan otonomi
daerah dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan
bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa
untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas,
wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk
tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.
Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu
sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang
bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus
benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang
pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.
Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi
daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang
tumbuh dalam masyarakat. Artinya otonomi daerah dilaksanakan
semata-mata ditujukan untuk pemenuhan tuntutan kebutuhan masyarakat di
daerah. Pada akhirnya percepatan pencapaian derajat kesejahteraan rakyat
dapat diwujudkan.
Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian
hubungan antara Daerah dengan Daerah lainnya, artinya mampu membangun
kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan
mencegah ketimpangan antar Daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa
otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar
Daerah dengan Pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga
keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara.
Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan
tujuan yang hendak dicapai, Pemerintah wajib melakukan pembinaan yang
berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan,
perencanaan dan pengawasan. Disamping itu diberikan pula standar,
arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi,
pemantauan, dan evaluasi. Bersamaan itu Pemerintah wajib memberikan
fasilitasi yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan
dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan
secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan tersebut mengindikasikan bahwa walaupun otonomi
daerah dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintahan daerah, namun tetap
pemerintah pusat masih terlibat dalam hal penentuak beijakan makro
strategis. Tujuannya adalah agar tetap terjaga integritas dari daerah
otonom sebagai bagian dari pemerintahan Negara Republik Indonesia.
Karena pada dasarnya otonomi daerah dilaksanakan tidak untuk melepaskan
diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun otonomi daerah
merupakan salah satu strategi penyelenggaraan pemerintahan yang lebih
mengedepankan kemandirian daerah dan partisipasi masyarakat.
B.JENIS-JENIS OTONOMI DAERAH
Otonomi
Daerah dapat diartikan sebagai pelaksanaan atas apa yang menjadi tugas
yang ada pada daerah atau harus dikerjakan oleh daerah. Adapun tugas
daerah itu dalam istilahnya adalah kewenangan implicit dimana didalamnya
adalah ‘kekuasaan/macht’ (bevoedhewiden), hak (recht) atau kewajiban
(plicht) yang diberikan kepada daerah dalam menjalankan tugasnya. Pada
dasarnya kewenangan itu diatur dan tertulis dalam peraturan
perundang-undangan. Artinya diatur mana saja yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat danm Mana saja yang menjadi kewenangan Pemerintah
Daerah.
Secara teori, menurut Sarundajang (2001:38-40) dalam
perkembangan yang terjadi pada berbagai negara di belahan dunia, otonomi
daerah dibagi menjadi 5 jenis sebagai berikut:
Otonomi Organik (Rumah tangga Organik)
Otonomi ini mengatakan bahwa rumah tangga adalah keseluruhan
urusan-urusan yang menentukan mati hidupnya badan otonomi atau daerah
otonom. Dengan Kata Lain, urusan-urusan yang menyangkut
kepentingan-kepentingan daerah diibaratkan sebagai organ-organ kehidupan
yang merupakan suatu sistem yang menentukan mati hidupnya. Dalam hal
ini dapat dikatakan bahwa tanpa kewenangan untuk mengurus berbagai
urusan yang vital, akan berakibat tidak berdayanya atau ‘matinya’
daerah.
Otonomi formal (Rumah tangga Formal)Dalam
konsep otonomi formal, mengandung pengertian bahwa apa yang menjadi
urusan otonom itu tidak dibatasi secara positif. Satu-satunya pembatasan
ialah daerah otonom yang bersangkutan tidak boleh mengatur apa yang
telah diatur oleh perundangan yang lebih tinggi. Dengan demikian Daerah
Otonom lebih bebas mengatur urusan rumahtangganya, sepanjang tidak
memasuki ‘area’ urusan pemerintah pusat.
Otonomi Material (rumah tangga material/substantif)
Dalam
pengertian ini kewenangan daerah dibatasi secara positif yaitu dengan
menyebutkan secara terperinci dan tegas apa saja yang berhak diatur dan
diurusinya. Dalam otonomi material ini ditegaskan bahwa untuk mengetahui
apakah suatu urusan menjadi urusan rumah tangga sendiri, harus dilihat
pada substansinya. Artinya apabila suatu urusan pada substansinya
dinilai dapat menjadi urusan pemerintah pusat, maka pemerintah local
yang mengurus rumah tangga sendiri pada hakikatnya tidak akan mampu
menyelenggarakan urusan tersebut.
Otonomi riil (Rumah Tanggal Ril)
Merupakan gabungan dari otonomi formal dan otonomi material. Dalam hal
ini kepada pemerintah daerah diberikan wewenang sebagai wewenang pangkal
dan kemudian ditambah dengan wewenang lain secara bertahap, dan tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi tingkatannya. Pada prinsipnya otonomi riil menyatakan bahwa
penentuan tugas pengalihan atau penyerahan wewenang tersebut didasarkan
pada kebutuhan dan keadaan serta kemampuan daerah yang
menyelenggarakannya.
Otonomi Nyata, Bertanggungjawab dan Dinamis
Artinya
otonomi daearah adalah hak, wewenang dan kewajiban daearah untuk
mengatur dan mengurus rumahtangganya sendiri sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini disebut sebagai
implementasi dari Desentralisasi fungsional, artinya kepada daerah
diserahi suatu hak, wewenang, kewajiban, untuk mengatur dan mengurus
fungsi-fungsi pemerintahan di bidang tertentu.
C. URGENSI PEMBERIAN OTONOMI DAERAH
Pada
dasarnya pemberian otonomi kepada daerah bertujuan untuk memenuhi
kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih mendekati
tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan cita-cita
masyarakat yang lebih baik, suatu masyarakat yang lebih adil dan lebih
makmur, dan ditujukan untuk pemberian, pelimpahan, dan penyerahan
sebagian tugas-tugas pemerintahan.
Kaitannya dengan tujuan hakiki
dari Otonomi Daerah, Sarundajang menjelaskan bahwa setidak-tidaknya
terdapat 4 aspek tujuan dari otonomi daerah sebagai berikut:
Dari
aspek politik, adalah untuk mengikutsertakan, menyalurkan aspirasi
masyarakat, baik untuk kepentingan daerah sendiri, maupun untuk
mendukung politik dan kebijaksanaan nasional dalam rangka pembangunan
dalam proses demokrasi di lapisan bawah.
Dari aspek manajemen
pemerintahan, adalah untuk meningkatkan dayaguna penyelenggaraan
pemerintahan, terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
dengan memperluas jenis-jenis pelayanan dalam berbagai bidang kebutuhan
masyarakat.
Dari aspek kemasyarakatan, untuk meningkatkan
partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat, dengan melakukan
usaha pemberdayaan (empowerment) masyarakat, sehingga masyarakat makin
mandiri, dan tidak terlalu banyak bergantung pada pemberian pemerintah
serta memiliki daya saing yang kuat dalam proses pertumbuhannya.
Dari
aspek ekonomi pembangunan, otonomi daerah adalah untuk melancarkan
pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat
yang makin meningkat.
Keempat aspek yang dikemukakan tersebut
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dilepaskan dalam pelaksanaannya.
Antara aspek politik, aspek pemerintahan, aspek kemasyarakatan dan
aspek pembangunan adalah merupakan bagian yang menjadi fungsi
pemerintahan. Dalam hal tersebut pememrintah dan pemerintah daerah akan
senantiasa memperhatikan keempat aspek dalam implementasi
penyelenggaraan otonomi daerah.
D. ASPEK SUBSTANTIF OTONOMI DAERAH PADA DAERAH OTONOM KABUPATEN DAN KOTA
Berdasarkan
orientasi cara pandang yang mengedepankan aspek “kewenangan daerah”
sebagai faktor terpenting, beberapa aspek substantif sebagai indikator
kesiapan pelaksanaan pemerintahan daerah otonom antara lain menekankan
pada kesiapan aparatur pemerintah Daerah. Beberapa hal yang perlu
disiapkan oleh Aparat Pemerintah Daerah antara lain :
1. Tersedianya rincian kewenangan minimal yang wajib dilaksanakan oleh daerah otonom beserta kegiatan-kegiatan yang menyertai.
Rincian
bidang kewenangan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan
Daerah Kota meliputi : pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan
kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman
modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja. Rincian
atas kewenangan tersebut menjadi sangat penting dan bersifat mendasar,
karena akan digunakan untuk:
a. menyusun organisasi perangkat daerah;
b. mengetahui jumlah pegawai yang dibutuhkan secara riil untuk mengisi formasi yang tersedia;
c. mengetahui jumlah kebutuhan sarana dan prasarana (perlengkapan) kerja; dan
d.
mengetahui jumlah kebutuhan biaya untuk pelayanan minimal, serta
kebutuhan operasional fungsi-fungsi lain dan pengembangannya.
e.
Hal yang ideal perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam menyusun
mengenai rincian kewenangan minimal tersebut sebaiknya melibatkan
beberapa pakar dari Perguruan Tinggi atau tenaga ahli lainnya yang
kompeten di bidangnya.
2. Disain Organisasi Perangkat Daerah.
Sebagai
dasar penyusunan adalah rincian kewenangan minimal yang disesuaikan
dengan karakter, kebutuhan dan kemampuan daerah. Penyesuaian terhadap
karakter dan kebutuhan daerah ini penting untuk membedakan antara daerah
yang satu dengan daerah yang lainnya. Misalnya: bagi daerah-daeraha
pedalaman yang sebagian besar arealnya berada di daerah pegunungan atau
perkebunan, tentu tidak memerlukan Dinas Perikanan dan Kelautan.
Daerah-daerah berkarakter kota berbeda dengan daerah-daerah yang
berkarakter Kabupaten, sehingga kebutuhan dan jenis Dinas Daerahnya
kemungkinan juga berbeda. Di Kota Bekasi Jawa Barat mungkin butuh Dinas
Pemakaman, tetapi tidak demikian halnya bagi Kabupaten Maros Provinsi
Sulawesi Selatan. Dalam mendisain organisasi perangkat daerah,
diperlukan kemampuan, keseriusan dan kejernihan berpikir dan tidak
terburu-buru sehingga hasilnya bisa obyektif sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Terdapat kecenderungan yang terjadi bahwa terdapat pejabat
dan staf yang ikut serta dalam penyusunan dan pembahasan akan berpikir
takut kehilangan tempat yang saat itu didudukinya, sehingga diragukan
obyketivitasnya . Karena itu dalam penyusunan disain organisasi
perangkat daerah, menjadi prlu melibatkan masyarakat, Perguruan Tinggi
dan Para Ahli yang lebih independen.
3.Daftar Kebutuhan Pegawai.
Dengan
tersusunnya organisasi perangkat daerah, dapat diketahui jumlah serta
rincian kebutuhan pegawai yang akan ditempatkan dalam organisasi
tersebut (staffing continue organizing). Daftar kebutuhan pegawai ini
meliputi seluruh unit dari yang paling atas sampai yang paling bawah,
beserta jenis kualifikasi kemampuan yang dimiliki atau spesifikasi latar
belakang pendidikannya . Dalam pengaturan dan penempatan pegawai, harus
tetap mengacu pada norma, standar, dan prosedur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Daftar Kebutuhan Sarana dan Prasarana (Perlengkapan) yang dibutuhkan.
Memuat
beberapa kebutuhan antara lain: gedung, ruang perkantoran, fasilitas
kerja, kendaraan dinas operasional, dan sebagainya, sebagai konsekuensi
ditetapkannya unit kerja beserta jumlah pegawainya.
5. Perkiraan kebutuhan biaya untuk melaksanakan kewenangan wajib minimal, dalam satu tahun anggaran.
Perkiraan
ini diutamakan pada sisi kebutuhan anggaran rutin secara keseluruhan,
termasuk didalamnya kebutuhan untuk melaksanakan pelayanan minimal.
Beberapa
aspek substantif tersebut disusun sesuai visi, misi, dan strategi yang
dituangkan dalam konsep secara utuh dan bulat sebagai bentuk kesiapan
dalam menghadapi pelaksanaan otonomi daerah. Sehingga dalam
implementasi otonomi daerah harus betul-betul memperhatikan pada
kemampuan dan komitmen pihak-pihak pemangku kepentingan dalam
pemerintahan daerah. Keutuhan dalam implementasi otonomi daerah sangat
membutuhkan adanya kemampuan aparatur pelaksana terutama dari Kepala
Daerah beserta unsure birokrasi pemerintah daerah dan Lembaga DPRD
sebagai perumus kebijakan peraturan daerah.
E. SENDI-SENDI UTAMA DALAM OTONOMI DAERAH
Pokok-pokok
kebijakan otonomi daerah dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah setidaknya mengandung sendi-sensi utama sebagai
pilar penyangga keberhasilan pelaksanaan pemerintahan di daerah.
Sendi-sendi tersebut antara lain :sharing of power, distribution of
income, dan empowering.
1. Sharing of Power dalam Kewenangan
Dalam
pembagian kewenangan, antara pusat dan daerah, UU Otonomi daerah
menggunakan teori residu. Pemerintah memegang 5 kewenangan yakni
kewenangan bidang politik, pertahanan keamanan, peradilan, moneter
fiscal serta agama. Selain 5 kewenagan ini, masih ada kewenangan pusat
lainya yakni kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian
pembanguanan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, system
dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan Sumber Daya
Manusia (SDM), Pendayagunaan Sumber Daya Alam (SDA) serta teknologi
strategis, konservasi dan standarisasi nasional.Kewenangan
kabupaten/kota meliputi kewenangan wajib dan kewenangan yang bukan
wajib. Kewenangan wajib ada sebelas kewenangan. Dikatakan kewenangan
wajib karena seluruh daerah dan kabupaten dan daerah kota harus dapat
melaksanakan kewenangan tersebut. Bila ada daerah yang tidak mampu
melaksanakannya ada tiga alternatif yakni :
a. Kewenangan itu kembali pada daerah propinsi.
b. Daerah yang tidak mampu tersebut dimerger dengan daerah lain.
c. Daerah yang tidak mampu tersebut dihapuskan.
Kewenangan
yang bukan wajib adalah selain kewenangan wajib yang tecantum dalam
UU No. 32 Tahun 2004 yang nyata-nyata ada di daerah. Dalam hal ini
tergantung kejelian daerah dalam melihat daerahnya sesuai dengan
kekhasan daerah masing-masing. Semua kewenangan itu baik yang wajib
maupun yang tidak wajib harus diatur dalam Perda. Demikaian pula dengan
dinas yang akan melaksanakan kewenagan itu harus dijabarkan dalam
Perda.
2. Distribution of income pada PAD
Dalam
pemerataan pendapatan ini dilaksanakan perimbangan keuangan antara
pusat dan daerah. UU No.22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2004,
setidaknya mengenal 4 model pembagian pendapatan yakni :
1) 100 %
untuk pemerintah daerah dan 0 % untuk pemeritah pusat. Ini berlaku
untuk PBB dan seluruh biaya yang berkaitan dengan tanah.
2) 80 % untuk pemeriatah pusat dan 20 % untuk pemerintah daerah. Ini berlaku untuk pertambangan minyak dan gas bumi.
3)
80 % untuk pemerintah daerah dan 20 % untuk pemerintah pusat. Ini
berlaku untuk pertambangan lainnya selain minyak dan gas bumi.
4)
50 % untuk pemerintah pusat dan 50 % untuk pemerintah daerah, Ini
berlaku untuk hasil perkebunan,pertanian, kehutanan dan perikanan.
Dana ini akan diratakan secara seimbang kepada daerah dalam bentuk dana alokasi khusus.
3. Empowering (Pemberdayaan Daerah)
Dalam pelaksanaan otonomi yang luas, harus dilakukan pemberdayaan rakyat daerah. Pemberdayaan ini ditujukan untuk :
1) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dan
2) Meningkatkan demokratisasi dalam kehidupan masyarakat daerah.
Sehubungan
dengan rakyat daerah diwakili DPRD, Maka DPRD inilah yang diberdayakan
pertama kali. Inilah sebabnya DPRD memiliki kewenangan yang sangat
dominan dalam proses pemerintahan daerah. Tugas dan wewenang DPRD
meliputi :
· Membentuk Peraturan Daerah yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama;
· Membahas dan menyetujui rancangan Peraturan Daerah tentang APBD bersama dengan kepala Daerah;
·
Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peratutan Daerah
dan peraturan Kepala Daerah, APBD, Kebijakan Pemerintah Daerah dalam
melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di
daerah;
· Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala
daerah/wakil kepala daerah Kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri
bagi DPRD Provinsi dan Kepada menteri Dalam Negeri melalui Gubernur
bagi DPRD Kabupaten/Kota;
· Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan kepala daerah;
· Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasionaldi daerah;
· Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
· Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
· Membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;
· Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPU dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah;
·
Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antar daerah
dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
Disamping tugas dan wewenang tersebut DPRD masih memiliki hak-hak sebagai berikut :
1) Mengajukan rancangan Perda;
2) Mengajukan pertanyaan;
3) Menyampaikan usul dan pendapat;
4) Memilih dan dipilih;
5) Membela diri;
6) Imunitas
7) Protokoler; dan
8) Keuangan dan administrative.
Lebih
jauh konsep pemberdayaan juga menyangkut pemberdayaan sumberdaya
birokrasi pemerintahan daerah. Dalam hal ini aparatur pemerintah daerah
juga harus terus ditingkatkan kemampuannya. Agar antara DPRD dalam
bidang legislatif dan Pemerintah Daerah dalam bidang eksekutif terjadi
keseimbangan yang harmonis. Pada tataran implementasi, terutama terjkait
dengan program pembangunan, maka pemberdayaan lebih ditujukan pada
kemampuan masyarakat. Dalam hal ini kemandirian masyarakat menjadi
tujuan utama. Pemerintah daerah tidak lagi berperan sebagai pelaksana
utama, melainkan masyarakat yang dituntut untuk lebih berperan. Dengan
demikian tujuan ideal dari otonomi daerah untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dapat lebih cepat terwujud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar